Donderdag 08 Januarie 2015

Laporan Dasar-Dasar Teknologi Penangkapan Ikan


I.  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Teknik penangkapan ikan ialah teknik atau cara-cara mempergunakan alat penangkapan ikan (Ayodhyoa, 1981). Menangkap ikan membutuhkan peralatan dan teknik yang tepat untuk menangkap ikan, baik yang masih traditional maupun yang menggunakan teknologi modern. Sedangkan yang dimaksud dengan alat penangkapan ikan adalah segala macam alat yang di pergunakan dalam proses penangkapan ikan  termasuk kapal, alat tangkap dan alat bantu penangkapan (Pranoto, 1997). Dengan peralatan dan teknik penangkapan yang tepat akan dapat menangkap ikan dengan hasil yang baik. Untuk mempermudah pengenalan dan mempelajari beberapa jenis alat penangkap  ikan ini, para ahli perikanan membagi atas beberapa golongan ditinjau dari segi bahan pembuat alat penangkapan ikan, cara penangkapan, hasil tangkapan dan daerah penangkapan
Dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan (sustainable fisheries cupture) sesuai dengan ketentuan pelaksanaan perikanan yang bertanggung jawab (FAO Code of conduct for Responsible Fisheries/CCRF) maka eksploitasi sumberdaya hayati laut harus dapat dilakukan secara bertanggung jawab (Responsible fisheries). Data dari SOFIA (The State of World Fisheries and Aquaculture) menyatakan bahwa 5 % dari perikanan dunia dalam status deplesi atau penurunan produksi secara terus menerus, 16 % telah dieksploitasi secara berlebihan dan melampaui batas optimim produksi, 52 % telah penuh eksploitasi, 23 % pada tahap moderat yang artinya produksinya masih dapat ditingkatkan meskipun dalam jumlah yang kecil, 3 % sumberdaya ikan masih dibawah tingkat eksploitasi optimumnya dan hanya 1 % yang dalam proses pemulihan melalui program-program konservasi.
Berdasarkan tersebut di atas, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu dikaji penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dari segi pengoperasian alat penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).
Kedepan, trend pengembangan teknologi penangkapan ikan ditekankan pada teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (environmental friendly fishing tecnology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan, tidak berdampak negatif terhadap biodiversity, target resources dan non target resources. Di Indonesia saat ini dikenal 3 (tiga) klasifikasi alat penangkapan ikan. yang pertama : menurut klasifikasi A. Von Brandt, (1964), Kedua: klasifikasi statistik internasional alat tangkap standar FAO, yang ketiga: klasifikasi standar alat tangkap berdasarkan statistik perikanan Indonesia (Anonim, 2007).
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut mka dapat dirumuskan permasalahan yaitu sebagai berikut:
1.      Bagaimana klasifikasi alat tangkap hand line ?
2.      Jenis ikan apa saja yang Ditangkap engan menggunakan alat tangkap hand line ?
3.      Kapal apa yang digunakan untuk melakukan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap hand line ?
4.      Dengan menggunakan alat tangkap hand line daerah apa saja yang menjadi lokasi penangkapan ?
C.    Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan laporan praktek lapang ini adalah untuk mengetahui teknik penangkapan yang dilakukan oleh nelayan di Pelabuhan Samudra Kendari dengan menggunakan alat tangkap pancing ulur (Hand line). Adapun manfaatnya adalah khususnya bagi mahasiswa mendapat pengetahuan serta informasi baru yang dapat diaplikasikan di masyarakat.









II.    TINJAUAN PUSTAKA
A.    Klasifikasi Alat Tangkap
1.      Hand line
Alat tangkap pancing Hand Lines merupakan alat pancing yang sangat sederhana, terdiri dari pancing, tali pancing dan umpan. Jumlah mata pancingnya satu buah bahkan lebih, bisa menggunakan umpan asli maupun buatan. Namun ukuran pancing dan besarnya tali pancing disesuaikan dengan besarnya ikan yang akan ditangkap, seperti untuk menangkap Ikan Tuna menggunakan tali monofiloment dengan diameter 1,5 - 2,5 mm dengan pancing nomor 5 - 1 dan ditambahkan timah sebagai pemberat.
 
Gambar 1. Pancing ulur dan Model Mata Pancing (Hand line)
Hand line (pancing ulur) adalah salah satu alat tangkap yang dikenal oleh masyarakat luas, utamanya di kalangan nelayan.  Pancing pada prinsipnya terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasanya terbuat dari bahan nylon monofilament.  Keuntungan dari jenis tali pancing jenis nylon monofilament yaitu kuat, tahan lama dan tidak busuk dalam air.  Sedangkan untuk mata pancing umumnya terbuat dari baja atau bahan yang anti karat dan mempunyai berkait balik.  Panjang tali pancing bervariasi antara 100 m sampai 200 m, dan ukuran tali pancing bernomor 100 atau 500.  Pemberat berbentuk kerucut dengan diameter 4 cm, tinggi 6 cm dan berat 500 gram.   (Arimoto, 2000).
Dari semua alat tangkap yang digunakan menangkap tuna, alat tangkap long line, dan hand line merupakan alat tangkap yang paling banyak jumlah penggunaannya (Christian., dkk, 2012).
Gambar 2. Konstruksi pancing ulur
Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur
Pancing Ulur merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk alat penangkap ikan yang aktif, dan juga ramah lingkungan. Pengoperasian alat relatif sederhana, tidak banyak menggunakan peralatan bantu seperti halnya alat tangkap pukat ikan dan pukat cincin. Pancing ulur (hand line) adalah alat penangkap ikan jenis pancing yang paling sederhana. Berdasarkan klasifikasi DKP tahun 2008, pancing ulur termasuk dalam klasifikasi alat tangkap hook and line.
Gambar 3. Jenis Pancing Ulur (Hand line)
2.      Pole and Line
Huhate (Skipjack pole and line) atau umumnya lebih dikenal dengan “pole and line” adalah cara pemancingan dengan menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap ikan cakalang yang banyak digunakan di perairan Indonesia. Selanjutnya dikatakan juga menurut Ayodhoya, (1981), pole and line umum digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sehingga dengan kata perikanan pole and line sering pengertian kita ke arah perikanan cakalang, sungguhpun dengan cara pole and line juga dilakukan penangkapan albacore, mackerel dan lain sebagainya.
Alat tangkap yang umum digunakan oleh para nelayan di kawasan Timur Indonesia salah satunya adalah Pole and line. Studi yang dilakukan Bustaman S dan Hurasan (1997) menunjukkan bahwa ada tujuh jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tuna/cakalang. Diantara ketujuh jenis alat tangkap tersebut, Pole and line, Long line dan Trawl line merupakan tiga jenis alat tangkap yang paling produktif untuk menangkap ikan tersebut (Winarso, 2004). Untuk Cakalang, alat yang berperan besar dalam penangkapan adalah Pole and line, tonda dan pancing ulur (Ditjen Perikanan, 1989).
Di antara sekian banyak alat tangkap ikan untuk tujuan komersial yang paling sederhana dan murah harganya adalah pole and line ini. Peralatan yang hanya terdiri dari tiga komponen pokok yang ukurannya juga tidak terlalu besar dan khusus ini adalah joran, tali dan pancing saja. Joran bisa dibuat dari bambu yang ruasnya tidak terlalu panjang, tebal dan lurus, panjangnya sekitar 4-6 meter. Memang ada jenis bambu yang untuk joran pole and line ini sangat baik, karena mempunyai daya lentur yang tinggi (Surur, 2007).
3.      Purse Seine
Menurut Nedelec dalam Agung Wahyono (2000) ISSCFG (International Standart Statistical Classification On Fishing Gear), pukat cincin digolongkan kepada alat penangkap jaring lingkar pada kelompok jaring lingkar dengan tali kerut (purse seine), merupakan salah satu alternatif alat penangkap ikan pelagis yang hidup bergerombol dalam bentuk renang (seperti ikan cakalang, tongkol, layang, kembung) dengan cara melingkari kelompok renang ikan hingga terkurung oleh lingkaran dinding jaring. Agar ikan yang telah terkurung tersebut tidak dapat lolos dari perangkap jaring, maka talii ris bawah (yang dilengkapi dengan sejumlah cincin) dikuncupkan oleh tali kerut (purse line) sehingga pukat cincin membentuk seperti tangguk.
Menurut Andreev dalam Friedman (1986) jaring pukat cincin (Purse seine) merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikanikan pelagis yang berada dalam kawasan yang besar, baik di perairan pantai maupun lepas pantai . Purse seine (Pukat Cincin) adalah jenis alat tangkap yang tergolong seine yaitu merupakan alat tangkap yang aktif untuk menangkap ikan-ikan pelagik yang umumnya hidup membentuk kawanan dalam kelompok besar (Puslitbang Perikanan,1991). Kegiatan perikanan utama di perairan Laut Jawa adalah usaha penangkapan purse seine. Purse seine merupakan alat tangkap yang efisien dalam menangkap ikan pelagis “pelagic schoaling species”, selanjutnya dalam operasi penangkapan ikan denga purse seine digunakan juga alat bantu penangkapan berupa lampu.
Karakteristik usaha perikanan purse seine didasarkan pada sumberdaya ikan pelagis kecil yang bersifat milik bersama (common property) dan akses terbuka (open access). Komponen utama hasil tangkapan perikanan purse seine di Laut Jawa dan sekitarnya, yaitu ikan layang (Decapterus ruselli dan D.macrosoma.), Banyar (Rastrellinger kanagurta), Bentong/Selar (Selar crumenopthalmus), siro (Amblygaster sirm), lemuru (Sardinella sp). Pada kondisi perikanan bebas kompetitif tanpa kendali tersebut berresiko setiap individu atau pengusaha cenderung berusaha memanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk memaksimumkan keuntungan. Sehingga eksploitasi mendorong memanfaatkan sumberdaya ikan yang berlebihan (Atmaja dan Haluan, 2003).
4.      Bubu
Bubu merupakan alat tangkap yang umum dikenal di kalangan nelayan variasi bentuknya banyak sekali, hamper setiap daerah perikanan mempunyai model bentuk sendiri. Bentuk bubu ada yang seperti: sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dan lain-lainnya. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo’s splitting or-screen). Secara garis besar bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeb, dan pintu (Partosuwiryo, 2002).
Bubu dapat digunakan untuk menangkap ikan hias maupun ikan yang hidup di karang lainnya. Kelemahan bubu konvensional adalah pemasangan biasanya menggunakan karang sebagai jangkar penahan sehingga merusak karang. Ikan baru dapat dipanen setelah bubu diletakkan selama satu malam atau lebih. Untuk mengetahui berapa ikan yang telah terperangkap, nelayan harus mengangkat bubu ke permukaan atau nelayan menyelam. Keuntungan bubu adalah ikan tertangkap hidup-hidup dan hanya ikanikan jenis tertentu saja yang tertangkap (tergantung besar pintu dan ukuran mata jaring) (IMAI, 2001).
Subani dan Barus (1989) membedakan bubu menjadi tiga golongan berdasarkan cara pengoperasiannya, yaitu bubu dasar (ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot). Bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara, yaitu dipasang secara terpisah, setiap satu bubu dengan satu tali pelampung atau single traps; dan beberapa bubu dirangkaikan menjadi satu dengan menggunakan tali utama, disebut main line traps.

B.     Jenis ikan yang Ditangkap
Jenis ikan yang tertangkap sangat bervariasi meliputi ikan-ikan pelagis untuk pancing ulur yang dioperasikan disekitar permukaan dan lapisan-lapisan kedalaman tertentu suatu perairan serta ikan demersal (dasar) untuk pancing ulur yang dioperasikan didasar perairan. Hand line atau pancing ulur dioperasikan pada siang hari. Konstruksi pancing ulur sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal. Pengoperasian alat ini dibantu menggunakan rumpon sebagai alat pengumpul ikan. Pada saat pemancingan, satu rumpon dikelilingi oleh lima unit kapal, masing-masing kapal berisi 3-5 orang pemancing. Umpan yang digunakan adalah ikan segar yang dipotong-potong. Hasil tangkapan utama pancing ulur adalah tuna (Thunnus spp.) (MPPP, 2014).
C.    Kapal yang Digunakan
           Kapal yang digunakan nelayan dengan mengguanakan alat tangkap hand line adalah kapal yang terbuat dari kayu dengan panjang 10 m, lebar 3 m tinggi 1.10 m.  Kapal ini telah dilengkapi oleh palka untuk menyimpan ikan tuna dengan panjang 2 m, lebar 1.20 m tinggi 1.10 yang berkapasitas kurang lebih 1 ton.
1.      Armada
Jenis armada pancing ulur tuna nelayan di menggunakan beberapa tipe kapal/perahu. Jumlah anak buah kapal bervariasi mulai 2 orang hingga belasan orang tergantung tipe perahu yang digunakan. Jumlah hari operasi penangkapan bervariasi mulai dari 1 hari (one day fishing) sampai dengan 2 minggu. Armada pancing ulur nelayan terdiri dari armada pamo dan pamboat Pamo terbuat dari bahan kayu adapun pamboat umumnya terbuat dari bahan kayu lapis.
2.      Pamo
Pamo merupakan jenis kapal pancing ulur tuna dengan bentuk seperti kapal pada umumnya tetapi dioperasikan untuk penangkapan ikan tuna dengan pancing ulur. terdapat dua jenis ukuran pamo di yaitu pamo kecil dan pamo besar. Pamo kecil umumnya berukuran panjang x lebar x dalam 8,0 x 2,0 x 0,6 meter atau 3-4 GT menggunakan mesin dompeng 24 PK (1 cylinder) sebagai mesin utama. Pamo dilengkapi dengan 1 buah palkah untuk menampung hasil tangkapan dengan kapasitas 500 kg Anak buah kapal (ABK) berjumlah 2-3 orang. Jumlah hari penangkapan pamo umumnya adalah 3 hari per trip. Pamo besar umumnya berukuran e” 10 GT dengan ukuran panjang x lebar x dalam 16,0 x 3,6 x 1,2 meter, palka tersedia 4 lobang dengan kapasitas 10-15 ton. Jumlah ABK pamo ukuran besar adalah 8 orang. Jumlah hari penangkapan bisa mencapai 2 minggu per trip.
3.      Pamboat
Pamboat merupakan perahu yang dilengkapi dengan katir (semah) sebagai penstabil saat berlayar. Terdapat tiga jenis pamboat yang dioperasikan nelayan, yaitu ukuran kecil, besar dan fuso. Pamboat ukuran kecil mempunyai dimensi panjang x lebar x dalam adalah 7,0 x 0,7 x 0,6 meter dengan jumlah ABK 1-2 orang. Mesin penggerak merek Ryu atau Honda 13-16 PK. Jumlah hari penangkapan hanya 1 hari (one day fishing) dengan waktu pemancingan mulai pagi hingga sore hari.
Pamboat ukuran besar berukuran panjang x lebar x dalam 12 x 1,6 x 1,0 meter, mesin penggerak 16-22 PK dan jumlah ABK 4-5 orang per pamboat. Trip penangkapan 4–7 hari atau sampai persediaan es habis terpakai. Fuso merupakan istilah lokal untuk memyebut pamboat besar bermesin fuso. Kapal ini berfungsi sebagai kapal penampung hasil tangkapan dengan kapasitas muat sampai 10 ton (100-150 ekor per trip) ikan tuna. Fuso berukuran 22,0 x 5,0 x 2,0 meter dan membawa 10-11 pakura. Pakura adalah perahu kecil seperti kano bermesin 5-10 HP yang merupakan kelengkapan dari pamboat (fuso) untuk dioperasikan didaerah penangkapan. Ukuran pakura 2,5 x 0,7 x 0,2 dan diawaki oleh 1-2 orang pemancing, jadi jumlah ABK pamboat fuso biasanya sama dengan jumlah pamo yang dibawa oleh pamboat fuso. meter. Pakura bisa diawki oleh 1-2 orang nelayan pemancing ikan tuna. Jumlah hari operasi bisa mencapai 30 hari pertrip (Rahmat, E & A. Salim, 2013).

D.    Daerah Penangkapan (Fishing Ground)
            Alat tangkap pancing ulur (hand line) menangkap ikan tuna berukuran lebih besar jika dibanding ikan tuna yang tertangkap purse seine (Babaran, 2006). Pancing ulur dioperasikan di perairan yang lebih dalam dimana lapisan renang ikan tuna besar terdapat di lapisan tersebut. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) untuk mengoperasikan pancing ulur cukup terbuka dan bervariasi karena pancing ulur dapat dioperasikan disekitar permukaan sampai dengan di dasar perairan, disekitar perairan pantai maupun di laut dalam. Limitasi daerah penangkapan untuk pancing ulur adalah daerah perairan yang dilarang sebagai areal penangkapan ikan (perairan tempat meliter melakukan latihan). Pada alur pelayaran umum karena akan mengganggu     kapal    bernavigasi,terutama untuk pancing ulur yang dioperasikan pada sekitar permukaan. Pancing Ulur dioperasikan diberbagai jenis perairan, seperti disekitar pantai, di samudera, di perairan dangkal, diperairan dalam bahkan di perairan sekitar karang (MPPP, 2014).











III.  METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktek lapang ini dilakukan pada Hari Sabtu Tanggal 20 Desember 2014 pukul 11.00 sampai selesai di  Pelabuhan Samudra Desa Lapulu Kec. Abeli Kab. Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
B.     Alat
Adapun alat yang di gunakan dalam praktek lapang ini dapat di lihat pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Alat  Beserta Kegunaannya
No.
Nama
             Kegunaan
1.
Alat


Buku
Sebagai Tempat Menulis

Pulpen
Sebagai alat tulis

Kamera
Sebagai dokumentasi

C.    Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode survey, yaitu dengan meninjau atau mengikuti praktikum langsung di lapangan dimana dengan memperoleh data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari objek praktikum yaitu dengan observasi atau pengamatan secara langsung yaitu melakukan wawancara dan dokumentasi. Sedangkan data sekunder yang di dapatkan pada praktek lapang ini adalah dengan mencatat atau mengutip informasi kepada nelayan hand line di Pelabuhan Samudra.

IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
            Adapun hasil dari paktek lapang ini dapat di lihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Praktek Lapang Alat Tangkap Hand Line di   Pelabuhan Samudra Kendari
Bulan
Jenis kapal
Jumlah ABK (Orang)
Lama waktu melaut
Jumlah tangkapan (Trip)
Jenis ikan yang di tangkap
1
Armada Pamo besar
5 orang
2 minggu
10-12 ton
- Ikan Tuna
- Ikan cakalang
2
Armada Pamo besar
5 orang
2 minggu
11 ton
- Yellowfin Tuna
- Ikan cakalang
3
Armada Pemboat besar
4 orang
7 hari
8 ton
- Ikan tuna
- Ikan cakalang
- Tuna mata besar
4
Armada Pamo besar
5 orang
16 hari
10 ton
- Ikan Tongkol komo
- Tuna mata besar
5
Armada pemboat besar
5 orang
2 minggu
11 ton
- Yellowfin Tuna
- ikan Cakalang


B.     Pembahasan
1.      Hand Line
Berdasarkan hasil pengamatan di Pelabuhan Samudra Kendari yang terdapat pada tabel diatas diketahui bahwa nelayan melakukan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pancing ulur atau hand line kurang lebih lima bulan dalam satu tahun. Nelayan melakukan penangkapan pada bulan pertama dengan menggunakan kapal armada pamo yang berkuran besar yang terdiri dari lima ABK dengan lama waktu melaut kurang lebih dua minggu dengan menghasilkan jumlah tangkapan kurang lebih 12 ton per trip dengan berbagai jenis ikan yaitu ikan jenis ikan Tuna dan ikan cakalang yang di daratkan di Pelabhan Samudra. Selanjutnya pada bulan ke dua para nelayan tersebut melakukan penangkapan menggunakan kapal yang sama dengan jumlah ABK lima orang dengan waktu yang ditempuh dua minggu. Mereka mendapatkan hasil tangkapan sekitar 11 ton per trip dengan jenis ikan yang di dapat yaitu ikan jenis Yellowfin Tuna dan ikan cakalang. Pada bulan ke tiga nelayan kembali melaut dengan menggunakan kapal armada pemboat yang berukuran besar dengan jumlah ABK empat orang lama waktu yang di tempuh untuk melaut adalah 7 hari dengan menghasilkan jumlah tangkapan 8 ton per trip dan jenis ikan yang ditangkap adalah ikan Tuna, Tuna mata besar dan ikna cakalng.
Kemudian pada bulan ke empat nelayan kembali melaut menggunakan kapal pamo yang berukuran besar dengna jumlah ABK lima orang serta waktu yang ditempuh untuk melakukan penangkapan 16 hari, jumlah tangkapan yang didapatkan pada bulan keempat sebanyak 10 ton dengan jenis ikan yang didapatkan adalah ikan tongkol komo dan Tuna mata besar. Selanjutnya pada bulan kelima nelayan penangkap kembali melakukan penangkapan dengan menggunakan kapal armada pemboat yang berukuran besar dengan jumlah ABK lima orang dan waktu yang ditempuh dalam melakukan penangkapan adalah selama dua minggu, jumlah tangkapan mereka pada bulan itu adalah sebanyak 11 ton per trip dengan jenis ikan yang didapat ikan Tuna cakalng dan ikan tuna jenis Yellowfin tuna.
Berdasarkan hasil tangkapan nelayang di Pelabuhan Samudra Kendari diketahui bahwa mereka melakukan penangkapan yang hasillnya tidak menetap tergantung musim dan keuntungan mereka. Dengan jumlah tangkapan yang berkisar 10 ton tersebut maka di asumsikan bahwa pendapatan mereka cukup tinggi karena jenis-jenis ikan yang mereka sandarkan di Pelabuhan Samudra Kendari adalah jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi.
Gambar 4. Armada Pancing Ulur Tuna Berbasis

2.      Pole and Line
Operasi penangkapan tentunya dimulai dari persiapan-persiapan terutama perbekalan dan perlengkapan, persiapan itu meliputi : bahan makanan, es, lampu, dan bahan bakar minyak, alat navigasi, persiapan mesin, persiapan pengaturan alat tangkap dan bahan lainnya. Setelah persiapan yang harus dilakukan di laut adalah  mempersiapkan peralatan penangkapan yang menunjang keberhasilan penangkapan ikan cakalang serta penyediaan umpan hidup. Adanya faktor umpan hidup membuat cara penangkapan ini menjadi agak rumit. Hal ini disebabkan karena umpan hidup tersebut harus sesuai dalam ukuran dan jenis tertentu, disimpan, dipindahkan, dan dibawa dalam keadaan hidup (Sudirman dan Mallawa, 2004). 
Operasi penangkapan dengan huhate dilakukan dengan cara mencari dan memburu kelompok ikan cakalang. Pencarian gerombolan ikan dilakukan oleh seorang pengintai yang tempatnya biasa berada di anjungan kapal dan menggunakan teropong. Keberadaan ikan cakalang dapat dilihat melaui tanda-tanda antara lain: adanya buih atau cipratan air, loncatan ikan cakalang ataupun gerombolan burung-burung yang terbang menukik ke permukaan laut dimana gerombolan ikan berada. Setelah menemukan gerombolan ikan, yang harus diketahui adalah arah renang kemudian mendekati gerombolan ikan tersebut. Sementara pemancing sudah bersiap masing-masing pada sudut kiri, kanan, dan haluan kapal (Sudirman dan Mallawa, 2004). 
Pelemparan umpan dilakukan oleh boi-boi setelah diperkirakan ikan telah berada dalam jarak jangkauan lemparan, kemudian ikan dituntun ke arah haluan kapal. Pelemparan umpan ini diusahakan secepat mungkin sehingga gerakan ikan dapat mengikuti gerakan umpan menuju haluan kapal. Pada saat pelemparan umpan tersebut, mesin penyemprot sudah dihidupkan agar ikan tetap berada di dekat kapal. Pada saat gerombolan ikan berada dekat haluan kapal, maka mesin kapal dimatikan. Sementara jumlah umpan yang dilemparkan ke laut dikurangi, mengingat terbatasnya umpan hidup. Selanjutnya, pemancingan dilakukan dan diupayakan secepat mungkin mengingat kadang-kadang gerombolan ikan tiba-tiba menghilang terutama jika ada ikan yang berdarah atau ada ikan yang lepas dari mata pancing dan jumlah umpan yang sangat terbatas. Hal lain yang perlu diperhatikan pada saat pemancingan adalah menghindari ikan yang telah terpancing jatuh kembali ke laut. Hal ini akan mengakibatkan gerombolan ikan yang ada akan melarikan diri ke kedalaman yang lebih dalam dan meninggalkan kapal, sehingga mencari  lagi gerombolan ikan yang baru tentu akan mengambil waktu (Sudirman dan Mallawa, 2004). 
Huhate (Pole and Line)
Gambar 5. Kapal Penangkap Alat Tangkap Pole And Line
3.      Purse Seine
Prinsip penangkapan dengan purse seine adalah melingkari gerombolan ikan dengan jaring, kemudian bagian bawah jaring dikerutkan sehingga ikan tujuan penangkapan akan terkurung dan akhirnya terkumpul pada bagian kantong. Dengan kata lain memperkecil ruang lingkup gerakan ikan, sehingga ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap.
Ada beberapa tahap dalam kegiatan penangkapan ikan dengan purse seine, yaitu (1) menemukan kawanan ikan terlebih dahulu, (2) menentukan / mendeteksi kuantitas kawanan ikan (3) menentukan faktor-faktor oseanografi seperti kekuatan, kecepatan dan arah angin maupun arus, serta menentukan arah dan kecepatan kawanan ikan, (4) melakukan penangkapan yaitu dengan melingkarkan jaring dan menarik purse line dengan cepat supaya kawanan ikan tidak dapat meloloskan diri dari arah vertikal maupun horizontal, dan (5) jaring diangkat dan ikan dipindahkan dari bagian bunt ke palka dengan scoop net. Ikan-ikan palagis kecil yang merupakan tujuan penangkapan purse seine adalah suka bergerombol diantara jenis ikan itu sendiri maupun bersama-sama dengan jenis ikan lainnya dan tertarik pada cahaya maupun benda terapung. Oleh sebab itu jika ikan belum terkumpul pada suatu catchable area atau jika ikan berada di luar area tangkapan jaring maka dapat diusahakan ikan datang dan berkumpul menggunakan cahaya dan rumpon (Ayodhyoa, 1981).
Gambar 6. Kapal Penangkap Ikan Alat Tangkap Purse Seine


4.      Bubu
Penangkapan ikan dengan bubu tergantung dari tipe bubu yang digunakan, yaitu bubu tenggelam, bubu terapung, ataupun bubu hanyut. Pada dasarnya prinsip penangkapan ikan dengan bubu memakan tunggu waktu lebih dari 1 hari atau beberapa hari. Hal ini dikarenakan bubu merupakan alat tangkap pasif yang hanya menghadang dan merupakan perangkap (jebakan) bagi ikan. Semua jenis dan tipe bubu menggunakan media untuk menarik ikan atau biota air lainnya agar tertarik untuk datang ke dalam bubu, selain itu media umpan disesuaikan pula dengan ikan yang akan ditangkap. Umpan yang digunakan antara lain adalah daging ayam, daging hewan, ataupun lainnya yang dapat menarik ikan masuk ke dalam bubu.
            Penangkapan ikan menggunakan bubu pada daerah karang memiliki prinsip penangkapan yang sistematis. Langkah awal yaitu mencari dan menentukan karang yang subur yang akan dipasang bubu. Bubu yang digunakan berkisar ± 4 buah, dan dilabuh sampai dasar perairan. Bubu yang satu dengan yang lainnya dikaitkan dengan tali, selain itu dipasangkan pula pada masing-masing bubu tali lengkap dengan pelampungnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengambilan sesuai waktu penangkapan. Cara yang digunakan tersebut tergolong tidak efektif karena sering hilang akibat dicuri oleh orang lain. Oleh karena itu, umtuk mencegahnya tali pengapung diperpendek sehingga tidak akan terlihat di permukaan perairan dan hanya diketahui pemiliknya saja.
Langkah terakhir dalam penangkapan menggunakan bubu yaitu di dalam bubu diberi umpan dengan cara digantung untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi sebelum bubu dipasang. Bubu dapat diangkat menggunakan tali pengait setelah beberapa hari bedara di laut. Tali bubu dikait, kemudian ditarik ke atas perahu. Ikan0ikan yang diperoleh segera dikeluarkan dari bubu dan bubu tersebut diturunkan lagi ke dalam air bula ternyata hasil yang diperoleh kurang memuaskan. Tetapi jika hasil yang diperoleh sedikit, bubu tersebut dipindahkan ke daerah penangkapan lain (Partosuwiryo, 2008).
Gambar 7. Kapal Penangkap Ikan Alat Tangkap Bubu






V.    PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdsarkan hasil dan pembahasan tersebut maka dapat ditarika kesimpulan sebagai berikut :
1.      Para nelayan yang menggunakan alat tangkap hand line di Pelabuhan samudra melakukan penangkapan 5 bulan dalam setahun dengan jumlah tangkapan yang berkisar 11 ton per trip dengan berbagai jenis ikan yang didapatkan yaitu ikan cakalang, ikan tuna dan ikan tongkol.
2.      Teknik pengoperasian alat tangkap pole and line adalah  melakukan pelemparan umpan ke dalam laut setelah ikan mulai bergerombol para nelayan mulai menangkap dengan memancing.
3.      Pengoperasian alat tangkap purse seine adalah yang pertama menemukan kawaan ikan lalu melingkarinya dengan jarring kemudian jarring lalu ditarik dengan menggunakan dua kapal yang saling menarik ujung jarring.
4.      Sedangkan teknik pengoperasian alat tangkap bubu adalah dengan menentukan terumbu karang yang subur dimana terdapat ikan yang banyak. Bubu tersebut telah dimasukkan umpan lalu dikaitkan di terumbu karang agar nantinya mudah untuk ditarik ke permukaan perairan.
B.     Saran
Saran yang dapat kami ajukan dalam praktikum kali ini adalah sebaiknya para praktikan lebih menghargai waktu sehingga pada saat praktikum tidak terjadi keterlambatan.
DAFTAR PUSTAKA
Agung Wahyono.2000. Rancang Bangun Purse Seine Tuna untuk Daerah Penangkapan Samudera Hindia Di Selatan Jawa (Laporan) BPPI Semarang
Anonim. 2007. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Atmaja.,S.B dan Haluan,J.2003. Perubahan Hasil tangkapan Lestari Ikan Pelagis kecil Di Laut Jawa dan Sekitarnya. Buletin PSP Volume XII No.2 /10/2002.
Ayodhoya. 1981. Dosen Fakultas Perikanan. Cetakan Pertama. Penerbit : Yayasan Dewi Sri. IPB. Bogor.
Babaran, R. P. 2006. Payao fishing and its impact to tuna stocks: a preliminary analysis. Second Regular Scientific Meeting WCPFC. Manila 7-8 August 2006. FT WP-7. 12 p.
Baskoro,S.B. 2002. Metode Penangkapan Ikan. Diktat Kuliah (tidak dipublikasikan) Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan IPB, Bogor.
Christian J. Lintang, Ivor L. Labaro Dan Aglius T.R. Telleng. 2012.  Kajian musim penangkapan ikan tuna dengan alat tangkap hand line di Laut Maluku. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
FAO. 2001. Fishing With Traps and Pots. FAO Training Series. Australia.
Friedman A.L,1986. Calculation for Fishing Gear Design /Perhitungan dalam merancang alat penangkap ikan (diterjemahkan oleh Tim BPPI Semarang) Food Agriculture Organization United Nations,Rome
IMAI. 2001. Country Status Overview 2001 tentang Eksploitasi dan Pedagangan dalam Perikanan Karang di Indonesia. International Marinelife Alliance Indonesia. Bogor
Media Penyuluhan Perikanan Pati. 2014.
Nedelec, C. and J. Prado. 1990. Definition and Clasification of Fishing Gears Categories. FAO Fisehries Technical Paper 222 Rev.1, FAO Fisheries Industries Division, Rome. 92p
Partosuwiryo, S. 2008. Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan. Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Partosuwiryo, S. 2002. Dasar-dasar Penangkapan Ikan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Puslitbang Perikanan, 1991. Perikanan Pukat Cincin Dalam Himpunan Paket Teknologi Perikanan. Puslitbang Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Jakarta
Rahmat, E & A. Salim. 2013. Teknologi Alat Penangkapan Ikan Pancing Ulur (Handline) Tuna Di Perairan Laut Sulawesi Berbasis Di Kabupaten Kepulauan Sangihe
Subani, W. dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Balai penelitian Perikanan laut. Departemen Pertanian. Jakarta. 248 hal.
Sudirman dan A. Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Tim Pengajar PDP FPIK-UB. 2013. Mengenal armada dan alat tangkap sesuai dengan Laporan Statistik Perikanan.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking