I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Teknik penangkapan ikan ialah teknik
atau cara-cara mempergunakan alat penangkapan ikan (Ayodhyoa, 1981). Menangkap
ikan membutuhkan peralatan dan teknik yang tepat untuk menangkap ikan, baik
yang masih traditional maupun yang menggunakan teknologi modern. Sedangkan yang dimaksud dengan alat penangkapan ikan adalah segala macam
alat yang di pergunakan dalam proses penangkapan ikan termasuk kapal,
alat tangkap dan alat bantu penangkapan (Pranoto, 1997). Dengan peralatan dan
teknik penangkapan yang tepat akan dapat menangkap ikan dengan hasil yang
baik. Untuk mempermudah pengenalan dan mempelajari beberapa jenis alat
penangkap ikan ini, para ahli perikanan membagi atas beberapa golongan
ditinjau dari segi bahan pembuat alat penangkapan ikan, cara penangkapan, hasil
tangkapan dan daerah penangkapan
Dalam rangka mewujudkan
perikanan tangkap yang berkelanjutan (sustainable
fisheries cupture) sesuai dengan ketentuan pelaksanaan perikanan yang
bertanggung jawab (FAO Code of conduct for
Responsible Fisheries/CCRF) maka eksploitasi sumberdaya hayati laut harus
dapat dilakukan secara bertanggung jawab (Responsible
fisheries). Data
dari SOFIA (The State of World Fisheries
and Aquaculture) menyatakan bahwa 5 % dari perikanan dunia dalam status
deplesi atau penurunan produksi secara terus menerus, 16 % telah dieksploitasi
secara berlebihan dan melampaui batas optimim produksi, 52 % telah penuh
eksploitasi, 23 % pada tahap moderat yang artinya produksinya masih dapat
ditingkatkan meskipun dalam jumlah yang kecil, 3 % sumberdaya ikan masih
dibawah tingkat eksploitasi optimumnya dan hanya 1 % yang dalam proses
pemulihan melalui program-program konservasi.
Berdasarkan tersebut di
atas, untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan perlu dikaji penggunaan
alat-alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dari segi pengoperasian alat
penangkapan ikan, daerah penangkapan dan lain sebagainya sesuai dengan tata
laksana untuk perikanan yang bertanggungjawab atau Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF).
Kedepan, trend
pengembangan teknologi penangkapan ikan ditekankan pada teknologi penangkapan
ikan yang ramah lingkungan (environmental friendly fishing tecnology) dengan
harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Teknologi
penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak
memberikan dampat negatif terhadap lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap
tersebut tidak merusak dasar perairan, tidak berdampak negatif terhadap
biodiversity, target resources dan non target resources. Di Indonesia saat ini
dikenal 3 (tiga) klasifikasi alat penangkapan ikan. yang pertama : menurut klasifikasi A.
Von Brandt, (1964), Kedua: klasifikasi statistik internasional alat tangkap
standar FAO, yang ketiga: klasifikasi standar alat tangkap berdasarkan
statistik perikanan Indonesia (Anonim, 2007).
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut mka dapat dirumuskan permasalahan yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimana klasifikasi alat tangkap hand line ?
2. Jenis ikan apa saja yang Ditangkap engan menggunakan
alat tangkap hand line ?
3. Kapal apa yang digunakan untuk melakukan penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap hand line ?
4. Dengan menggunakan alat tangkap hand line daerah apa
saja yang menjadi lokasi penangkapan ?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
dari pembuatan laporan praktek lapang ini adalah untuk mengetahui teknik
penangkapan yang dilakukan oleh nelayan di Pelabuhan Samudra Kendari dengan
menggunakan alat tangkap pancing ulur (Hand
line). Adapun manfaatnya adalah khususnya bagi mahasiswa mendapat
pengetahuan serta informasi baru yang dapat diaplikasikan di masyarakat.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi
Alat Tangkap
1. Hand line
Alat tangkap pancing Hand Lines
merupakan alat pancing yang sangat sederhana, terdiri dari pancing, tali
pancing dan umpan. Jumlah mata pancingnya satu buah bahkan lebih, bisa
menggunakan umpan asli maupun buatan. Namun ukuran pancing dan besarnya tali
pancing disesuaikan dengan besarnya ikan yang akan ditangkap, seperti untuk
menangkap Ikan Tuna menggunakan tali monofiloment dengan diameter 1,5 - 2,5 mm
dengan pancing nomor 5 - 1 dan ditambahkan timah sebagai pemberat.
Gambar 1. Pancing ulur dan Model Mata Pancing (Hand
line)
Hand line (pancing
ulur) adalah salah satu alat tangkap yang dikenal oleh masyarakat luas,
utamanya di kalangan nelayan. Pancing
pada prinsipnya terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasanya terbuat
dari bahan nylon monofilament. Keuntungan dari jenis tali pancing jenis nylon monofilament yaitu kuat, tahan
lama dan tidak busuk dalam air.
Sedangkan untuk mata pancing umumnya terbuat dari baja atau bahan yang
anti karat dan mempunyai berkait balik.
Panjang tali pancing bervariasi antara 100 m sampai 200 m, dan ukuran
tali pancing bernomor 100 atau 500.
Pemberat berbentuk kerucut dengan diameter 4 cm, tinggi 6 cm dan berat
500 gram. (Arimoto, 2000).
Dari semua alat tangkap
yang digunakan menangkap tuna, alat tangkap long line, dan hand line merupakan
alat tangkap yang
paling banyak jumlah penggunaannya
(Christian., dkk, 2012).
Gambar 2. Konstruksi pancing ulur
Sumber
: Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur
Pancing Ulur merupakan
salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan
tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk alat penangkap
ikan yang aktif, dan juga ramah lingkungan. Pengoperasian alat relatif
sederhana, tidak banyak menggunakan peralatan bantu seperti halnya alat tangkap
pukat ikan dan pukat cincin. Pancing ulur (hand line) adalah alat
penangkap ikan jenis pancing yang paling sederhana. Berdasarkan klasifikasi DKP
tahun 2008, pancing ulur termasuk dalam klasifikasi alat tangkap hook and
line.
Gambar 3. Jenis Pancing Ulur (Hand line)
2. Pole and
Line
Huhate (Skipjack
pole and line) atau umumnya lebih dikenal dengan “pole and line”
adalah cara pemancingan dengan menggunakan pancing yang dikhususkan untuk menangkap
ikan cakalang yang banyak digunakan di perairan Indonesia.
Selanjutnya dikatakan juga menurut Ayodhoya, (1981), pole
and line umum digunakan untuk menangkap ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) sehingga dengan kata perikanan pole and line sering pengertian
kita ke arah perikanan cakalang, sungguhpun dengan cara pole and line
juga dilakukan penangkapan albacore, mackerel dan lain sebagainya.
Alat tangkap
yang umum digunakan oleh para nelayan di kawasan Timur Indonesia salah satunya
adalah Pole and line. Studi yang dilakukan Bustaman S dan Hurasan (1997)
menunjukkan bahwa ada tujuh jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap
ikan tuna/cakalang. Diantara ketujuh jenis alat tangkap tersebut, Pole and
line, Long line dan Trawl line merupakan tiga jenis alat
tangkap yang paling produktif untuk menangkap ikan tersebut (Winarso, 2004). Untuk Cakalang, alat yang berperan besar dalam penangkapan adalah Pole and
line, tonda dan pancing ulur (Ditjen
Perikanan, 1989).
Di antara
sekian banyak alat tangkap ikan untuk tujuan komersial yang paling sederhana
dan murah harganya adalah pole and line ini. Peralatan yang hanya terdiri dari
tiga komponen pokok yang ukurannya juga tidak terlalu besar dan khusus ini
adalah joran, tali dan pancing saja. Joran bisa dibuat dari bambu yang ruasnya
tidak terlalu panjang, tebal dan lurus, panjangnya sekitar 4-6 meter. Memang
ada jenis bambu yang untuk joran pole and line ini sangat baik, karena
mempunyai daya lentur yang tinggi (Surur, 2007).
3. Purse Seine
Menurut Nedelec dalam
Agung Wahyono (2000) ISSCFG
(International
Standart Statistical Classification On Fishing Gear), pukat cincin digolongkan
kepada alat penangkap jaring lingkar pada kelompok jaring lingkar dengan
tali kerut (purse seine), merupakan salah satu alternatif alat
penangkap ikan pelagis yang hidup bergerombol dalam bentuk renang (seperti
ikan cakalang, tongkol, layang, kembung) dengan cara melingkari
kelompok renang ikan hingga terkurung oleh lingkaran dinding jaring. Agar
ikan yang telah terkurung tersebut tidak dapat lolos dari perangkap jaring,
maka talii ris bawah (yang dilengkapi dengan sejumlah cincin)
dikuncupkan oleh tali kerut (purse line) sehingga pukat cincin membentuk
seperti tangguk.
Menurut Andreev dalam
Friedman (1986) jaring pukat cincin
(Purse
seine) merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikanikan pelagis yang berada
dalam kawasan yang besar, baik di perairan pantai maupun lepas
pantai . Purse seine (Pukat Cincin) adalah jenis alat tangkap yang tergolong seine
yaitu merupakan alat tangkap yang aktif untuk menangkap
ikan-ikan pelagik yang umumnya hidup membentuk kawanan dalam kelompok
besar (Puslitbang Perikanan,1991).
Kegiatan
perikanan utama di perairan Laut Jawa adalah usaha penangkapan purse
seine. Purse seine merupakan alat tangkap yang efisien dalam menangkap ikan
pelagis “pelagic schoaling species”, selanjutnya dalam operasi
penangkapan ikan denga purse seine digunakan juga alat bantu penangkapan
berupa lampu.
Karakteristik usaha
perikanan purse seine didasarkan pada sumberdaya ikan pelagis kecil yang
bersifat milik bersama (common property) dan
akses terbuka (open access). Komponen utama hasil tangkapan perikanan
purse seine di Laut Jawa dan sekitarnya, yaitu ikan layang (Decapterus
ruselli dan D.macrosoma.), Banyar (Rastrellinger kanagurta),
Bentong/Selar (Selar crumenopthalmus), siro (Amblygaster sirm),
lemuru (Sardinella sp). Pada kondisi perikanan bebas kompetitif tanpa kendali tersebut
berresiko setiap individu atau pengusaha cenderung berusaha memanfaatkan
sebanyak-banyaknya untuk memaksimumkan keuntungan. Sehingga eksploitasi
mendorong memanfaatkan sumberdaya
ikan
yang berlebihan (Atmaja dan Haluan, 2003).
4. Bubu
Bubu
merupakan alat tangkap yang umum dikenal di kalangan nelayan variasi bentuknya
banyak sekali, hamper setiap daerah perikanan mempunyai model bentuk sendiri.
Bentuk bubu ada yang seperti: sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang,
segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dan
lain-lainnya. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo’s splitting
or-screen). Secara garis besar bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body),
mulut (funnel) atau ijeb, dan pintu (Partosuwiryo, 2002).
Bubu dapat
digunakan untuk menangkap ikan hias maupun ikan yang hidup di karang lainnya. Kelemahan
bubu konvensional adalah pemasangan biasanya menggunakan karang sebagai jangkar
penahan sehingga merusak karang. Ikan baru dapat dipanen setelah bubu
diletakkan selama satu malam atau lebih. Untuk mengetahui berapa ikan yang
telah terperangkap, nelayan harus mengangkat bubu ke permukaan atau nelayan
menyelam. Keuntungan bubu adalah ikan tertangkap hidup-hidup dan hanya ikanikan
jenis tertentu saja yang tertangkap (tergantung besar pintu dan ukuran mata
jaring) (IMAI, 2001).
Subani dan Barus (1989) membedakan bubu menjadi tiga golongan
berdasarkan cara pengoperasiannya, yaitu bubu dasar (ground fishpot),
bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).
Bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara, yaitu dipasang secara terpisah,
setiap satu bubu dengan satu tali pelampung atau single traps; dan beberapa bubu
dirangkaikan menjadi satu dengan menggunakan tali utama, disebut main line traps.
B. Jenis ikan
yang Ditangkap
Jenis ikan yang tertangkap sangat bervariasi meliputi
ikan-ikan pelagis untuk pancing ulur yang dioperasikan disekitar permukaan dan
lapisan-lapisan kedalaman tertentu suatu perairan serta ikan demersal (dasar)
untuk pancing ulur yang dioperasikan didasar perairan. Hand
line atau pancing ulur dioperasikan pada siang hari. Konstruksi pancing ulur sangat
sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-10 mata pancing secara vertikal. Pengoperasian alat ini dibantu menggunakan
rumpon sebagai alat pengumpul ikan. Pada
saat pemancingan, satu rumpon dikelilingi oleh lima unit kapal, masing-masing kapal berisi 3-5
orang pemancing. Umpan yang digunakan
adalah ikan segar yang dipotong-potong. Hasil tangkapan utama pancing ulur adalah tuna (Thunnus
spp.) (MPPP, 2014).
C. Kapal yang
Digunakan
Kapal
yang digunakan nelayan dengan
mengguanakan alat tangkap hand line adalah kapal yang terbuat
dari kayu dengan panjang 10 m, lebar 3 m tinggi 1.10 m. Kapal ini telah dilengkapi oleh palka untuk
menyimpan ikan tuna dengan panjang 2 m, lebar 1.20 m tinggi 1.10 yang
berkapasitas kurang lebih 1 ton.
1.
Armada
Jenis armada pancing ulur tuna nelayan
di menggunakan beberapa tipe
kapal/perahu. Jumlah
anak buah kapal bervariasi
mulai 2 orang hingga belasan orang
tergantung
tipe perahu yang digunakan. Jumlah
hari
operasi penangkapan bervariasi mulai dari 1 hari (one day fishing)
sampai dengan 2 minggu. Armada
pancing
ulur nelayan terdiri dari armada pamo dan pamboat Pamo terbuat dari bahan kayu
adapun pamboat umumnya
terbuat dari bahan kayu lapis.
2.
Pamo
Pamo merupakan jenis kapal pancing ulur
tuna dengan
bentuk seperti kapal pada
umumnya
tetapi dioperasikan
untuk penangkapan ikan tuna dengan
pancing
ulur. terdapat dua jenis
ukuran pamo di yaitu
pamo kecil dan pamo
besar. Pamo kecil umumnya berukuran panjang x lebar x dalam 8,0 x
2,0 x 0,6 meter atau 3-4 GT
menggunakan
mesin dompeng 24 PK (1 cylinder) sebagai mesin utama. Pamo dilengkapi
dengan 1 buah palkah
untuk menampung hasil tangkapan dengan kapasitas 500 kg Anak buah kapal
(ABK) berjumlah 2-3
orang. Jumlah hari penangkapan pamo umumnya adalah 3 hari per trip.
Pamo besar umumnya berukuran
e”
10 GT dengan ukuran panjang x lebar x dalam 16,0 x 3,6 x 1,2 meter,
palka tersedia 4 lobang dengan
kapasitas
10-15 ton. Jumlah ABK pamo ukuran besar adalah 8 orang. Jumlah hari penangkapan bisa mencapai 2 minggu per
trip.
3.
Pamboat
Pamboat merupakan perahu yang dilengkapi dengan katir (semah)
sebagai penstabil saat berlayar.
Terdapat
tiga jenis pamboat yang dioperasikan
nelayan,
yaitu ukuran
kecil, besar dan fuso. Pamboat ukuran kecil mempunyai dimensi
panjang x lebar x dalam adalah
7,0
x 0,7 x 0,6 meter dengan jumlah ABK 1-2 orang. Mesin penggerak merek
Ryu atau
Honda 13-16 PK. Jumlah
hari penangkapan hanya 1 hari (one day fishing)
dengan waktu
pemancingan mulai pagi hingga
sore
hari.
Pamboat ukuran besar berukuran panjang x lebar x dalam 12 x
1,6 x 1,0 meter, mesin penggerak
16-22
PK dan jumlah ABK 4-5 orang per pamboat. Trip penangkapan 4–7 hari atau sampai
persediaan es
habis terpakai. Fuso merupakan istilah lokal untuk memyebut pamboat besar
bermesin fuso.
Kapal ini berfungsi
sebagai kapal penampung hasil tangkapan dengan kapasitas muat sampai 10 ton
(100-150 ekor per
trip) ikan tuna. Fuso berukuran 22,0 x 5,0 x 2,0 meter dan membawa 10-11
pakura. Pakura adalah perahu
kecil seperti kano bermesin 5-10 HP yang merupakan kelengkapan dari pamboat
(fuso) untuk dioperasikan
didaerah penangkapan. Ukuran pakura
2,5
x 0,7 x 0,2 dan diawaki oleh 1-2 orang pemancing, jadi jumlah ABK pamboat fuso
biasanya sama dengan jumlah
pamo yang dibawa oleh pamboat
fuso. meter. Pakura
bisa diawki oleh 1-2 orang nelayan pemancing ikan tuna. Jumlah hari operasi
bisa mencapai 30 hari pertrip (Rahmat, E & A. Salim, 2013).
D.
Daerah Penangkapan (Fishing Ground)
Alat
tangkap pancing ulur (hand line) menangkap ikan tuna
berukuran lebih besar jika dibanding ikan tuna yang tertangkap purse seine
(Babaran, 2006). Pancing ulur dioperasikan di perairan yang lebih dalam dimana
lapisan renang ikan tuna besar terdapat di lapisan tersebut.
Daerah penangkapan ikan (fishing
ground) untuk mengoperasikan pancing ulur cukup terbuka dan bervariasi
karena pancing ulur dapat dioperasikan disekitar permukaan sampai dengan di
dasar perairan, disekitar perairan pantai maupun di laut dalam. Limitasi daerah
penangkapan untuk pancing ulur adalah daerah
perairan yang dilarang sebagai areal penangkapan ikan (perairan tempat meliter
melakukan latihan). Pada alur pelayaran umum karena akan
mengganggu kapal bernavigasi,terutama
untuk pancing ulur yang dioperasikan pada sekitar permukaan. Pancing Ulur dioperasikan
diberbagai jenis perairan, seperti disekitar pantai, di samudera, di perairan dangkal, diperairan
dalam bahkan di perairan sekitar karang (MPPP, 2014).
III. METODE
PRAKTIKUM
A. Waktu dan
Tempat
Praktek lapang ini dilakukan pada Hari Sabtu Tanggal 20 Desember 2014 pukul
11.00 sampai selesai di
Pelabuhan Samudra Desa Lapulu Kec. Abeli Kab. Kendari Provinsi
Sulawesi Tenggara.
B. Alat
Adapun alat yang di gunakan dalam
praktek lapang ini dapat di lihat pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Alat Beserta
Kegunaannya
No.
|
Nama
|
Kegunaan
|
1.
|
Alat
|
|
|
Buku
|
Sebagai Tempat Menulis
|
|
Pulpen
|
Sebagai alat tulis
|
|
Kamera
|
Sebagai dokumentasi
|
C. Metode
Pengambilan Data
Metode
yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode survey, yaitu dengan meninjau
atau mengikuti praktikum langsung di lapangan dimana dengan memperoleh data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang didapatkan secara langsung dari objek praktikum
yaitu dengan observasi atau pengamatan secara langsung yaitu melakukan wawancara dan
dokumentasi. Sedangkan data sekunder
yang di dapatkan pada praktek lapang ini adalah dengan
mencatat atau mengutip informasi kepada
nelayan hand line di Pelabuhan Samudra.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Adapun hasil dari paktek lapang ini dapat di lihat
pada tabel 2 berikut:
Tabel 2.
Hasil Pengamatan Praktek Lapang Alat Tangkap Hand Line di Pelabuhan Samudra Kendari
Bulan
|
Jenis kapal
|
Jumlah ABK
(Orang)
|
Lama waktu
melaut
|
Jumlah
tangkapan (Trip)
|
Jenis ikan
yang di tangkap
|
1
|
Armada Pamo besar
|
5 orang
|
2 minggu
|
10-12 ton
|
- Ikan Tuna
- Ikan cakalang
|
2
|
Armada Pamo besar
|
5 orang
|
2 minggu
|
11 ton
|
- Yellowfin Tuna
- Ikan cakalang
|
3
|
Armada Pemboat besar
|
4 orang
|
7 hari
|
8 ton
|
- Ikan tuna
- Ikan cakalang
- Tuna mata besar
|
4
|
Armada Pamo besar
|
5 orang
|
16 hari
|
10 ton
|
- Ikan Tongkol komo
- Tuna mata besar
|
5
|
Armada pemboat besar
|
5 orang
|
2 minggu
|
11 ton
|
- Yellowfin Tuna
- ikan Cakalang
|
B. Pembahasan
1. Hand Line
Berdasarkan
hasil pengamatan di Pelabuhan Samudra Kendari yang terdapat pada tabel diatas
diketahui bahwa nelayan melakukan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap
pancing ulur atau hand line kurang lebih lima bulan dalam satu tahun. Nelayan
melakukan penangkapan pada bulan pertama dengan menggunakan kapal armada pamo
yang berkuran besar yang terdiri dari lima ABK dengan lama waktu melaut kurang
lebih dua minggu dengan menghasilkan jumlah tangkapan kurang lebih 12 ton per
trip dengan berbagai jenis ikan yaitu ikan jenis ikan Tuna dan ikan cakalang
yang di daratkan di Pelabhan Samudra. Selanjutnya pada bulan ke dua para
nelayan tersebut melakukan penangkapan menggunakan kapal yang sama dengan
jumlah ABK lima orang dengan waktu yang ditempuh dua minggu. Mereka mendapatkan
hasil tangkapan sekitar 11 ton per trip dengan jenis ikan yang di dapat yaitu
ikan jenis Yellowfin Tuna dan ikan
cakalang. Pada bulan ke tiga nelayan kembali melaut dengan menggunakan kapal
armada pemboat yang berukuran besar dengan jumlah ABK empat orang lama waktu
yang di tempuh untuk melaut adalah 7 hari dengan menghasilkan jumlah tangkapan
8 ton per trip dan jenis ikan yang ditangkap adalah ikan Tuna, Tuna mata besar
dan ikna cakalng.
Kemudian
pada bulan ke empat nelayan kembali melaut menggunakan kapal pamo yang
berukuran besar dengna jumlah ABK lima orang serta waktu yang ditempuh untuk
melakukan penangkapan 16 hari, jumlah tangkapan yang didapatkan pada bulan
keempat sebanyak 10 ton dengan jenis ikan yang didapatkan adalah ikan tongkol
komo dan Tuna mata besar. Selanjutnya pada bulan kelima nelayan penangkap
kembali melakukan penangkapan dengan menggunakan kapal armada pemboat yang
berukuran besar dengan jumlah ABK lima orang dan waktu yang ditempuh dalam
melakukan penangkapan adalah selama dua minggu, jumlah tangkapan mereka pada
bulan itu adalah sebanyak 11 ton per trip dengan jenis ikan yang didapat ikan
Tuna cakalng dan ikan tuna jenis Yellowfin tuna.
Berdasarkan
hasil tangkapan nelayang di Pelabuhan Samudra Kendari diketahui bahwa mereka
melakukan penangkapan yang hasillnya tidak menetap tergantung musim dan
keuntungan mereka. Dengan jumlah tangkapan yang berkisar 10 ton tersebut maka
di asumsikan bahwa pendapatan mereka cukup tinggi karena jenis-jenis ikan yang
mereka sandarkan di Pelabuhan Samudra Kendari adalah jenis ikan yang bernilai
ekonomis tinggi.
Gambar 4. Armada Pancing Ulur Tuna Berbasis
2. Pole and
Line
Operasi
penangkapan tentunya dimulai dari persiapan-persiapan terutama perbekalan dan
perlengkapan, persiapan itu meliputi : bahan makanan, es, lampu, dan bahan
bakar minyak, alat navigasi, persiapan mesin, persiapan pengaturan alat tangkap
dan bahan lainnya. Setelah persiapan yang harus dilakukan di laut adalah
mempersiapkan peralatan penangkapan yang menunjang keberhasilan penangkapan
ikan cakalang serta penyediaan umpan hidup. Adanya faktor umpan hidup membuat
cara penangkapan ini menjadi agak rumit. Hal ini disebabkan karena umpan hidup
tersebut harus sesuai dalam ukuran dan jenis tertentu, disimpan, dipindahkan,
dan dibawa dalam keadaan hidup (Sudirman dan Mallawa, 2004).
Operasi
penangkapan dengan huhate dilakukan dengan cara mencari dan memburu kelompok
ikan cakalang. Pencarian gerombolan ikan dilakukan oleh seorang pengintai yang
tempatnya biasa berada di anjungan kapal dan menggunakan teropong. Keberadaan ikan cakalang dapat dilihat melaui
tanda-tanda antara lain: adanya buih atau cipratan air, loncatan ikan cakalang
ataupun gerombolan burung-burung yang terbang menukik ke permukaan laut dimana
gerombolan ikan berada. Setelah menemukan gerombolan ikan, yang harus diketahui
adalah arah renang kemudian mendekati gerombolan ikan tersebut. Sementara
pemancing sudah bersiap masing-masing pada sudut kiri, kanan, dan haluan kapal
(Sudirman dan Mallawa, 2004).
Pelemparan
umpan dilakukan oleh boi-boi setelah diperkirakan ikan telah berada dalam jarak
jangkauan lemparan, kemudian ikan dituntun ke arah haluan kapal. Pelemparan
umpan ini diusahakan secepat mungkin sehingga gerakan ikan dapat mengikuti
gerakan umpan menuju haluan kapal. Pada saat pelemparan umpan tersebut, mesin
penyemprot sudah dihidupkan agar ikan tetap berada di dekat kapal. Pada saat gerombolan
ikan berada dekat haluan kapal, maka mesin kapal dimatikan. Sementara jumlah
umpan yang dilemparkan ke laut dikurangi, mengingat terbatasnya umpan hidup.
Selanjutnya, pemancingan dilakukan dan diupayakan secepat mungkin mengingat
kadang-kadang gerombolan ikan tiba-tiba menghilang terutama jika ada ikan yang
berdarah atau ada ikan yang lepas dari mata pancing dan jumlah umpan yang
sangat terbatas. Hal lain yang perlu diperhatikan pada saat pemancingan adalah
menghindari ikan yang telah terpancing jatuh kembali ke laut. Hal ini akan
mengakibatkan gerombolan ikan yang ada akan melarikan diri ke kedalaman yang
lebih dalam dan meninggalkan kapal, sehingga mencari lagi gerombolan ikan
yang baru tentu akan mengambil waktu (Sudirman dan Mallawa, 2004).
Gambar 5. Kapal Penangkap Alat Tangkap Pole And Line
3. Purse Seine
Prinsip
penangkapan dengan purse seine adalah melingkari gerombolan ikan dengan jaring,
kemudian bagian bawah jaring dikerutkan sehingga ikan tujuan penangkapan akan
terkurung dan akhirnya terkumpul pada bagian kantong. Dengan kata lain
memperkecil ruang lingkup gerakan ikan, sehingga ikan tidak dapat melarikan
diri dan akhirnya tertangkap.
Ada beberapa tahap
dalam kegiatan penangkapan ikan dengan purse seine, yaitu (1) menemukan kawanan
ikan terlebih dahulu, (2) menentukan / mendeteksi kuantitas kawanan ikan (3)
menentukan faktor-faktor oseanografi seperti kekuatan, kecepatan dan arah angin
maupun arus, serta menentukan arah dan kecepatan kawanan ikan, (4) melakukan penangkapan
yaitu dengan melingkarkan jaring dan menarik purse line dengan cepat supaya
kawanan ikan tidak dapat meloloskan diri dari arah vertikal maupun horizontal,
dan (5) jaring diangkat dan ikan dipindahkan dari bagian bunt ke palka dengan
scoop net. Ikan-ikan palagis kecil yang merupakan tujuan penangkapan purse
seine adalah suka bergerombol diantara jenis ikan itu sendiri maupun
bersama-sama dengan jenis ikan lainnya dan tertarik pada cahaya maupun benda terapung. Oleh sebab
itu jika ikan belum terkumpul pada suatu catchable area atau jika ikan berada
di luar area tangkapan jaring maka dapat diusahakan ikan datang dan berkumpul
menggunakan cahaya dan rumpon
(Ayodhyoa, 1981).
Gambar 6. Kapal Penangkap Ikan Alat Tangkap Purse
Seine
4. Bubu
Penangkapan ikan
dengan bubu tergantung dari tipe bubu yang digunakan, yaitu bubu tenggelam,
bubu terapung, ataupun bubu hanyut. Pada dasarnya prinsip penangkapan ikan
dengan bubu memakan tunggu waktu lebih dari 1 hari atau beberapa hari. Hal ini
dikarenakan bubu merupakan alat tangkap pasif yang hanya menghadang dan
merupakan perangkap (jebakan) bagi ikan. Semua jenis dan tipe bubu menggunakan
media untuk menarik ikan atau biota air lainnya agar tertarik untuk datang ke
dalam bubu, selain itu media umpan disesuaikan pula dengan ikan yang akan
ditangkap. Umpan yang digunakan antara lain adalah daging ayam, daging hewan,
ataupun lainnya yang dapat menarik ikan masuk ke dalam bubu.
Penangkapan
ikan menggunakan bubu pada daerah karang memiliki prinsip penangkapan yang
sistematis. Langkah awal yaitu mencari dan menentukan karang yang subur yang
akan dipasang bubu. Bubu yang digunakan berkisar ± 4 buah, dan dilabuh sampai
dasar perairan. Bubu yang satu dengan yang lainnya dikaitkan dengan tali,
selain itu dipasangkan pula pada masing-masing bubu tali lengkap dengan
pelampungnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengambilan sesuai waktu
penangkapan. Cara yang digunakan tersebut tergolong tidak efektif karena sering
hilang akibat dicuri oleh orang lain. Oleh karena itu, umtuk mencegahnya tali
pengapung diperpendek sehingga tidak akan terlihat di permukaan perairan dan
hanya diketahui pemiliknya saja.
Langkah
terakhir dalam penangkapan menggunakan bubu yaitu di dalam bubu diberi umpan
dengan cara digantung untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi sebelum bubu
dipasang. Bubu dapat diangkat menggunakan tali pengait setelah beberapa hari
bedara di laut. Tali bubu dikait, kemudian ditarik ke atas perahu. Ikan0ikan
yang diperoleh segera dikeluarkan dari bubu dan bubu tersebut diturunkan lagi
ke dalam air bula ternyata hasil yang diperoleh kurang memuaskan. Tetapi jika
hasil yang diperoleh sedikit, bubu tersebut dipindahkan ke daerah penangkapan
lain (Partosuwiryo, 2008).
Gambar 7. Kapal Penangkap Ikan Alat Tangkap Bubu
V.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdsarkan
hasil dan pembahasan tersebut maka dapat ditarika kesimpulan sebagai berikut :
1. Para nelayan yang menggunakan alat tangkap hand line
di Pelabuhan samudra melakukan penangkapan 5 bulan dalam setahun dengan jumlah
tangkapan yang berkisar 11 ton per trip dengan berbagai jenis ikan yang
didapatkan yaitu ikan cakalang, ikan tuna dan ikan tongkol.
2. Teknik pengoperasian alat tangkap pole and line
adalah melakukan pelemparan umpan ke
dalam laut setelah ikan mulai bergerombol para nelayan mulai menangkap dengan
memancing.
3. Pengoperasian alat tangkap purse seine adalah yang
pertama menemukan kawaan ikan lalu melingkarinya dengan jarring kemudian
jarring lalu ditarik dengan menggunakan dua kapal yang saling menarik ujung
jarring.
4. Sedangkan teknik pengoperasian alat tangkap bubu
adalah dengan menentukan terumbu karang yang subur dimana terdapat ikan yang
banyak. Bubu tersebut telah dimasukkan umpan lalu dikaitkan di terumbu karang
agar nantinya mudah untuk ditarik ke permukaan perairan.
B. Saran
Saran
yang dapat kami ajukan dalam praktikum kali ini adalah sebaiknya para praktikan
lebih menghargai waktu sehingga pada saat praktikum tidak terjadi
keterlambatan.
DAFTAR PUSTAKA
Agung
Wahyono.2000. Rancang Bangun Purse Seine
Tuna untuk Daerah Penangkapan
Samudera Hindia Di Selatan Jawa (Laporan) BPPI Semarang
Anonim.
2007. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan
Indonesia. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Atmaja.,S.B
dan Haluan,J.2003. Perubahan Hasil
tangkapan Lestari Ikan Pelagis kecil Di
Laut Jawa dan Sekitarnya. Buletin PSP Volume XII No.2 /10/2002.
Ayodhoya. 1981. Dosen Fakultas
Perikanan. Cetakan Pertama. Penerbit : Yayasan Dewi Sri. IPB. Bogor.
Babaran,
R. P. 2006. Payao fishing and its impact
to tuna stocks: a preliminary analysis. Second
Regular Scientific Meeting WCPFC. Manila 7-8 August 2006.
FT WP-7. 12 p.
Baskoro,S.B. 2002.
Metode Penangkapan Ikan. Diktat
Kuliah (tidak dipublikasikan) Fakultas
Perikanan dan ilmu Kelautan IPB, Bogor.
Christian
J. Lintang, Ivor L. Labaro Dan
Aglius T.R. Telleng. 2012. Kajian musim penangkapan ikan
tuna dengan alat tangkap hand line di
Laut Maluku. Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Sam Ratulangi, Manado.
FAO. 2001. Fishing
With Traps and Pots. FAO
Training Series. Australia.
Friedman
A.L,1986. Calculation for Fishing Gear
Design /Perhitungan dalam merancang
alat penangkap ikan (diterjemahkan oleh Tim BPPI Semarang) Food Agriculture
Organization United Nations,Rome
IMAI.
2001. Country Status Overview 2001 tentang Eksploitasi dan Pedagangan dalam
Perikanan Karang di Indonesia. International Marinelife Alliance Indonesia.
Bogor
Media Penyuluhan Perikanan Pati. 2014.
Nedelec,
C. and J. Prado. 1990. Definition
and Clasification of Fishing Gears Categories. FAO Fisehries Technical Paper 222
Rev.1, FAO Fisheries Industries Division, Rome. 92p
Partosuwiryo, S. 2008. Alat
Tangkap Ikan Ramah Lingkungan. Citra
Aji Parama. Yogyakarta.
Partosuwiryo,
S. 2002. Dasar-dasar Penangkapan Ikan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Puslitbang
Perikanan, 1991. Perikanan Pukat Cincin
Dalam Himpunan Paket Teknologi Perikanan.
Puslitbang Perikanan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian Jakarta
Rahmat, E & A. Salim. 2013. Teknologi Alat Penangkapan Ikan Pancing Ulur (Handline) Tuna Di Perairan Laut Sulawesi Berbasis Di Kabupaten Kepulauan Sangihe
Subani, W. dan
H.R. Barus. 1989. Alat
Penangkapan Ikan dan Udang Laut Indonesia. Balai penelitian Perikanan laut.
Departemen Pertanian. Jakarta. 248
hal.
Sudirman dan A. Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Tim
Pengajar PDP FPIK-UB. 2013. Mengenal
armada dan alat tangkap sesuai dengan Laporan Statistik Perikanan.